TheMoments.live: Every Moment Matters
Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai langkah strategis untuk mengembangkan pusat pemerintahan baru yang berlokasi di luar Jakarta. Ambisi ini ditujukan untuk menciptakan kota yang layak huni dan menarik bagi investor. Meskipun tujuannya mulia, kebijakan ini menghadapi kritik tajam dari masyarakat adat yang tinggal di wilayah terdampak. Melalui analisis mendalam dari berbagai aspek kehidupan serta solusi bijak berdasarkan teori-teori relevan dan fakta empiris, kita dapat memahami kompleksitas masalah ini dan mencari jalan keluar yang adil dan berkelanjutan.
Aspek Sosial dan Budaya
Kebijakan relokasi masyarakat adat di wilayah IKN berpotensi menimbulkan disintegrasi komunitas. Komunitas adat memiliki keterikatan kuat dengan tanah mereka, yang bukan hanya menjadi sumber penghidupan tetapi juga pusat dari tradisi dan ritual budaya. Relokasi tanpa persetujuan dan keterlibatan aktif mereka bisa memutus jaringan sosial yang telah terbentuk selama bertahun-tahun.
Menurut teori komunitas (community theory), komunitas adalah jaringan hubungan sosial yang kompleks dan saling terkait. Ketika komunitas dipaksa untuk berpindah tanpa persiapan yang memadai, ikatan-ikatan ini dapat terputus, menyebabkan disintegrasi sosial dan kehilangan identitas budaya. Solusinya adalah penerapan pendekatan partisipatif yang melibatkan masyarakat adat dalam setiap tahap pengambilan keputusan. Pendekatan ini, sesuai dengan teori partisipasi (participation theory), dapat mengurangi resistensi dan meningkatkan keberlanjutan proyek pembangunan. Pemerintah dapat membentuk forum dialog terbuka dengan perwakilan masyarakat adat untuk merancang solusi yang menghormati tradisi dan kebutuhan mereka.
Aspek Ekonomi
Ketimpangan ekonomi yang mungkin timbul akibat kebijakan ini juga menjadi perhatian utama. Insentif besar bagi pelaku usaha pelopor tanpa mempertimbangkan kebutuhan masyarakat adat dapat memperlebar kesenjangan ekonomi. Masyarakat adat yang kehilangan tanah mereka akan kesulitan memperoleh penghasilan yang setara di tempat baru.
Menurut teori ketidakadilan ekonomi (economic inequality theory), distribusi sumber daya yang tidak merata dapat memperburuk kondisi sosial dan ekonomi kelompok rentan. Dalam jangka menengah dan panjang, ini bisa menyebabkan peningkatan kemiskinan dan marginalisasi. Solusi yang bijak adalah pemerintah harus memastikan bahwa program relokasi mencakup pelatihan keterampilan dan dukungan ekonomi bagi masyarakat adat. Program ini harus dirancang untuk memberikan kesempatan ekonomi yang setara dan berkelanjutan bagi mereka di lokasi baru.
Aspek Lingkungan
Pembangunan skala besar seperti IKN sering kali menyebabkan degradasi lingkungan yang signifikan. Pembukaan lahan dan pembangunan infrastruktur dapat merusak ekosistem lokal yang menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat adat. Perubahan ini bisa mempercepat perubahan iklim lokal melalui peningkatan emisi gas rumah kaca dan perubahan penggunaan lahan.
Teori ekologi politik (political ecology theory) menyatakan bahwa interaksi antara kekuasaan, ekonomi, dan lingkungan sering kali menghasilkan degradasi yang merugikan kelompok rentan. Oleh karena itu, pemerintah harus menerapkan praktik pembangunan berkelanjutan yang menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan kelestarian lingkungan. Upaya konservasi lingkungan yang melibatkan masyarakat adat sebagai penjaga alam bisa menjadi solusi yang efektif, mengingat pengetahuan tradisional mereka dalam mengelola sumber daya alam.
Aspek Hukum dan Hak Asasi Manusia
Pelanggaran hak asasi manusia menjadi isu serius dalam kebijakan ini. Hak untuk tanah dan tempat tinggal merupakan bagian dari hak asasi manusia yang harus dihormati. Banyak masyarakat adat tidak memiliki dokumen legal formal atas tanah mereka, sehingga kebijakan yang memerlukan bukti legal formal menempatkan mereka pada posisi yang rentan.
Teori hak asasi manusia (human rights theory) menekankan bahwa setiap individu berhak atas tanah dan tempat tinggal yang layak. Mengabaikan hak-hak ini bisa menyebabkan konflik dan ketidakstabilan sosial. Solusi yang diusulkan adalah pengakuan hukum terhadap hak-hak adat melalui reformasi agraria yang inklusif dan adil. Pemerintah perlu memperkuat hukum adat dan memberikan perlindungan legal formal kepada masyarakat adat.
Imbas Jangka Menengah dan Panjang
Ketidakpuasan masyarakat adat terhadap kebijakan ini dapat memicu konflik sosial yang berkepanjangan. Ketimpangan dalam distribusi sumber daya dan pengabaian hak-hak masyarakat adat bisa menyebabkan ketegangan yang eskalatif. Teori konflik (conflict theory) menyatakan bahwa ketidakadilan dan ketimpangan adalah akar utama dari konflik sosial. Oleh karena itu, penting untuk mengadopsi pendekatan yang inklusif dan dialogis guna mencegah konflik dan memastikan pembangunan yang harmonis.
Dalam jangka panjang, kebijakan yang tidak memperhatikan kepentingan masyarakat adat dapat melemahkan ketahanan sosial dan ekonomi mereka. Masyarakat yang kehilangan tanah dan mata pencaharian akan kesulitan beradaptasi dan bertahan hidup di lingkungan baru. Teori ketahanan sosial (social resilience theory) menekankan pentingnya kapasitas individu dan komunitas untuk beradaptasi dan bertahan dalam menghadapi perubahan. Kebijakan yang mendukung ketahanan sosial ini akan membantu masyarakat adat untuk lebih siap menghadapi perubahan yang diakibatkan oleh pembangunan IKN.
Kebijakan yang mengabaikan budaya dan tradisi masyarakat adat juga dapat menyebabkan hilangnya keanekaragaman budaya. Praktik budaya yang unik dan beragam adalah bagian penting dari warisan manusia yang harus dilestarikan. Menurut teori warisan budaya (cultural heritage theory), keanekaragaman budaya adalah aset yang harus dijaga dan dilestarikan. Pemerintah harus memastikan bahwa setiap kebijakan pembangunan mempertimbangkan pelestarian budaya dan tradisi lokal.
Kesimpulan
Perpres Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan Ibu Kota Nusantara memiliki tujuan yang mulia dalam hal percepatan pembangunan dan keterlibatan investasi. Namun, analisis mendalam menunjukkan bahwa kebijakan ini belum memperhatikan secara memadai dampak pada masyarakat adat. Dari aspek sosial, ekonomi, lingkungan, hingga hukum dan hak asasi manusia, kebijakan ini berpotensi menyebabkan kerugian yang signifikan bagi masyarakat adat, baik dalam jangka menengah maupun panjang.
Guna memastikan keberhasilan pembangunan IKN yang inklusif dan berkelanjutan, pemerintah perlu merumuskan kebijakan yang lebih komprehensif dan partisipatif, yang melibatkan masyarakat adat dalam setiap tahap pengambilan keputusan. Perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat dan keberlanjutan lingkungan harus menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan pembangunan. Dengan pendekatan yang bijak dan inklusif, pembangunan IKN dapat memberikan manfaat yang adil dan berkelanjutan bagi semua pihak.
Referensi
- Cernea, M. M. (1997). The Risks and Reconstruction Model for Resettling Displaced Populations. World Development, 25(10), 1569-1587.
- De Soto, H. (2000). The Mystery of Capital: Why Capitalism Triumphs in the West and Fails Everywhere Else. New York: Basic Books.
- Scott, J. C. (1998). Seeing Like a State: How Certain Schemes to Improve the Human Condition Have Failed. New Haven: Yale University Press.
- Sen, A. (1999). Development as Freedom. New York: Knopf.
- Chambers, R. (1983). Rural Development: Putting the Last First. Harlow: Longman.