The Science of Gratitude: Menemukan Makna dan Kesejahteraan dalam Kehidupan

Oleh. DR. H. Ahyar Wahyudi, S.Kep.Ns., M.Kep., CISHR, FISQua, FRSPH, FIHFAA 

Di tengah kehidupan modern yang serba cepat dan penuh tekanan, menjaga kesejahteraan fisik dan emosional menjadi tantangan yang tidak mudah dihadapi. Namun, di balik segala kesibukan dan hiruk-pikuk tersebut, ada satu praktik sederhana yang bisa memberikan dampak besar bagi kesehatan dan kebahagiaan kita: rasa syukur.

Pentingnya Syukur dalam Kehidupan Sehari-hari
Rasa syukur adalah emosi positif yang muncul ketika kita mengakui bahwa kita memiliki banyak hal baik dalam hidup kita, dan bahwa banyak dari hal-hal baik tersebut berasal dari luar diri kita. Rasa syukur bisa muncul ketika seseorang menunjukkan kebaikan kepada kita, ketika kita mengalami momen kebahagiaan, atau bahkan saat kita mengapresiasi keindahan alam sekitar. Dalam hal kehidupan masyarakat Indonesia yang kaya akan nilai-nilai budaya dan agama, praktik rasa syukur memiliki makna yang sangat dalam dan relevan.

Manfaat Kesehatan dari Rasa Syukur
Penelitian telah menunjukkan bahwa rasa syukur memiliki manfaat besar bagi kesehatan fisik dan mental. Sebuah studi yang dipublikasikan dalam jurnal JAMA Psychiatry menemukan bahwa wanita yang memiliki tingkat rasa syukur tertinggi mengalami penurunan risiko kematian hingga 9% dalam tiga tahun dibandingkan dengan mereka yang kurang bersyukur (VanderWeele et al., 2024). Temuan ini menunjukkan bahwa rasa syukur tidak hanya memberikan kebahagiaan emosional tetapi juga berkontribusi pada kesehatan fisik kita.

Teori dan Konsep Terkait
Teori “Broaden-and-Build” yang dikemukakan oleh Barbara Fredrickson (2001) menjelaskan bahwa emosi positif, termasuk rasa syukur, dapat memperluas perspektif kita dan membangun sumber daya pribadi yang berharga seperti kesehatan dan hubungan sosial. Dengan mengarahkan perhatian kita pada hal-hal positif, rasa syukur membantu kita mengembangkan pandangan hidup yang lebih optimis dan resilien. Hal ini sangat relevan dalam masyarakat Indonesia yang seringkali menghadapi berbagai tantangan dan tekanan hidup.

Dampak Praktik Rasa Syukur bagi Masyarakat
Dalam masyarakat yang memiliki keragaman budaya dan agama seperti Indonesia, rasa syukur dapat menjadi alat yang kuat untuk memperkuat hubungan sosial dan menciptakan komunitas yang lebih sehat. Dalam ajaran agama Islam, misalnya, umat diajarkan untuk selalu bersyukur kepada Allah atas segala nikmat yang diberikan. Demikian pula dalam agama Hindu, Buddha, Kristen, dan agama lainnya, rasa syukur menjadi salah satu prinsip utama yang diajarkan dan dipraktikkan.

Implementasi Praktik Rasa Syukur
Implementasi rasa syukur bisa dimulai dengan langkah-langkah sederhana yang bisa dilakukan oleh siapa saja. Menulis jurnal rasa syukur, mengirim surat terima kasih, dan mengucapkan terima kasih dalam interaksi sehari-hari adalah beberapa cara yang direkomendasikan oleh para ahli (Simon-Thomas, 2024). Praktik-praktik sederhana ini dapat membantu kita fokus pada hal-hal positif dalam hidup dan meningkatkan kesejahteraan kita secara keseluruhan.

Kesehatan Mental dan Fisik
Praktik rasa syukur juga memiliki manfaat nyata untuk kesehatan mental dan fisik. Sebuah studi yang melibatkan hampir 300 orang dewasa yang mencari layanan konseling menemukan bahwa kelompok yang menulis surat rasa syukur setiap minggu selama tiga minggu melaporkan kesehatan mental yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol (Kho, 2022). Penelitian lain menemukan bahwa menulis tiga hal baik setiap hari dapat meningkatkan kebahagiaan dan mengurangi depresi hingga enam bulan setelah studi berakhir.

Rasa Syukur dalam Menghadapi Masa Sulit
Kisah nyata dari Stacy Batten memberikan contoh bagaimana rasa syukur dapat membantu seseorang menghadapi masa-masa sulit. Setelah kehilangan suami dan ayahnya karena penyakit, serta ibunya yang didiagnosis kanker, Batten menemukan bahwa menulis hal-hal yang ia syukuri setiap hari membantu meringankan beban emosionalnya (Caron, 2023). Meskipun rasa sakit dan duka masih ada, praktik ini memberikan harapan dan kebahagiaan kecil yang dapat membantu dalam proses penyembuhan.

Dalam budaya Indonesia, praktik-praktik seperti ini bisa diterapkan dengan cara yang lebih lokal. Misalnya, banyak orang yang memulai hari mereka dengan doa syukur, berterima kasih atas kesehatan, keluarga, dan rezeki yang diberikan. Selain itu, dalam tradisi gotong royong, rasa syukur diekspresikan melalui bantuan dan dukungan kepada sesama, menciptakan ikatan sosial yang kuat dan komunitas yang lebih sehat.

Kemarin, kita semua berkesempatan untuk mengungkapkan rasa syukur melalui partisipasi dalam Webinar Transformasi Mutu Layanan Kesehatan di Era Jaminan Kesehatan dari Aspek Regulasi, Pelatihan Tenaga Kesehatan, dan Etika Hukum Pengambilan Keputusan Medis. Acara yang diselenggarakan oleh LPA LAFKI Sumatera Barat ini membahas berbagai topik penting yang berkaitan dengan transformasi mutu layanan kesehatan di era jaminan kesehatan. Webinar yang diadakan pada tanggal 3 Agustus 2024 ini memberikan wawasan berharga tentang bagaimana regulasi, pelatihan tenaga kesehatan, dan etika hukum dalam pengambilan keputusan medis dapat ditingkatkan untuk kesejahteraan masyarakat.

Rasa Syukur dan Pilihan Sehat
Rasa syukur juga dapat mendorong kita untuk membuat pilihan yang lebih sehat. Orang yang bersyukur cenderung melaporkan kesehatan fisik yang lebih baik karena mereka lebih mungkin terlibat dalam aktivitas sehat seperti fokus pada nutrisi (Walsh, 2022). Sebuah studi menemukan bahwa siswa sekolah menengah yang mengekspresikan rasa syukur menunjukkan perilaku makan yang lebih sehat dari waktu ke waktu.

Menguatkan Hubungan Sosial
Rasa syukur juga dapat memperkuat hubungan dengan teman, keluarga, dan komunitas yang lebih luas. Teori find-remind-bind yang dikemukakan oleh psikolog Sara Algoe menyatakan bahwa rasa syukur membantu orang mengidentifikasi kandidat yang baik untuk hubungan baru, mengapresiasi hubungan yang ada, dan memotivasi orang untuk memelihara atau berinvestasi dalam hubungan tersebut (Algoe, 2012). Rasa syukur juga dapat meningkatkan komunikasi dalam hubungan romantis dan mendorong perilaku prososial.

Emotional Intelligence dan Rasa Syukur
Praktik rasa syukur juga berhubungan erat dengan kecerdasan emosional. Dengan meningkatkan kesadaran emosional, nilai-nilai, kekuatan, serta pemahaman terhadap orang lain, seseorang dapat menjadi lebih reflektif dan mampu menerima serta menafsirkan perasaan orang lain (Reilly, 2023). Sebuah meta-analisis menunjukkan bahwa mindfulness dan rasa syukur secara signifikan berhubungan dengan kecerdasan emosional yang lebih tinggi. Ini menunjukkan bahwa praktik rasa syukur tidak hanya meningkatkan kesejahteraan emosional tetapi juga membantu dalam regulasi emosi dan hubungan sosial.

Kesimpulan
Penelitian tentang rasa syukur dan dampaknya terhadap kesehatan dan umur panjang memberikan wawasan penting tentang bagaimana emosi positif dapat mempengaruhi kehidupan kita. Dengan mengintegrasikan praktik rasa syukur dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat meningkatkan kesejahteraan emosional, memperkuat hubungan sosial, dan mungkin memperpanjang umur kita. Sebagai masyarakat, mengadopsi budaya syukur dapat memberikan manfaat yang luas, tidak hanya pada tingkat individu tetapi juga dalam kesehatan masyarakat dan sosial.

Dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang kaya akan nilai-nilai luhur, rasa syukur adalah seperti cahaya lilin yang menerangi jalan di tengah kegelapan. Ia membawa harapan, kebahagiaan, dan kesejahteraan dalam setiap langkah yang kita ambil. Seperti pepatah bijak mengatakan, Rasa syukur bukanlah sekadar emosi, tetapi sebuah jalan untuk menemukan makna sejati dalam setiap momen kehidupan. Every Moment Matters. 

Referensi

  1. Algoe, S. B. (2012). Find-remind-and-bind: The functions of gratitude in everyday relationships. Social and Personality Psychology Compass, 6(6), 455-469.
  2. Caron, C. (2023). Gratitude really is good for you. The New York Times. Retrieved from [link].
  3. Davis Kho, N. (2022). The Thank-You Project: Cultivating Happiness One Letter of Gratitude at a Time. Running Press.
  4. Emmons, R. A., & McCullough, M. E. (2003). Counting blessings versus burdens: An experimental investigation of gratitude and subjective well-being in daily life. Journal of Personality and Social Psychology, 84(2), 377-389.
  5. Fredrickson, B. L. (2001). The role of positive emotions in positive psychology: The broaden-and-build theory of positive emotions. American Psychologist, 56(3), 218-226.
  6. Kasser, T. (2002). The high price of materialism. MIT Press.
  7. Pratt, M. (2022). The science of gratitude. Mindful, 34(2), 45-52.
  8. Reilly, C. (2023). Expressing gratitude is a lot more than saying thank you. Forbes. Retrieved from [link].
  9. Rozin, P., & Royzman, E. B. (2001). Negativity bias, negativity dominance, and contagion. Personality and Social Psychology Review, 5(4), 296-320.
  10. Simon-Thomas, E. (2024). Greater Good Science Center, University of California, Berkeley.
  11. VanderWeele, T. J., et al. (2024). Gratitude and subsequent risk of death: Findings from the Nurses’ Health Study. JAMA Psychiatry.