Manajemen Awal Sepsis dan Syok Septik: Pembaruan dan Kontroversi

TheMoments.live: Every Moment Matters

Pendahuluan
Sepsis adalah kondisi medis yang umum namun sangat mengancam nyawa, ditandai oleh respons tubuh yang tidak teratur terhadap infeksi yang menyebabkan disfungsi organ dan, dalam banyak kasus, kematian. Manajemen awal yang cepat dan tepat sangat penting untuk meningkatkan hasil pasien. Sejak penelitian landmark oleh Rivers et al. (2001) yang memperkenalkan terapi agresif dini atau Early Goal-Directed Therapy (EGDT), banyak penelitian telah berfokus pada strategi manajemen optimal untuk sepsis. Studi-studi ini menunjukkan bahwa manajemen agresif awal dapat memperbaiki hasil klinis, meskipun beberapa aspek terapi EGDT tidak lagi direkomendasikan setelah studi multicenter terbaru gagal memvalidasi hasil awal (Mouncey et al., 2015; Yealy et al., 2014; Peake et al., 2014).

Definisi dan Terminologi
Definisi sepsis telah mengalami evolusi sejak pengadopsian kriteria standar pada tahun 1991. Sepsis-3, yang diperkenalkan oleh Konsensus Internasional Ketiga pada tahun 2016, mendefinisikan sepsis sebagai “disfungsi organ yang mengancam nyawa akibat respons tubuh yang tidak teratur terhadap infeksi” (Singer et al., 2016). Syok septik didefinisikan sebagai hipotensi yang tidak merespons resusitasi cairan, membutuhkan vasopresor untuk mempertahankan tekanan arteri rata-rata (MAP) ≥ 65 mm Hg, dan laktat > 2 mmol/L.

Skor SOFA (Sequential Organ Failure Assessment) digunakan untuk mengukur disfungsi organ, dengan qSOFA (quick SOFA) sebagai alat skrining cepat di luar ICU, yang mencakup tiga kriteria: laju pernapasan ≥ 22 nafas/menit, status mental yang berubah, dan tekanan darah sistolik ≤ 100 mm Hg. Meskipun qSOFA memiliki spesifisitas yang lebih tinggi untuk mortalitas, beberapa studi menunjukkan sensitivitasnya yang rendah untuk deteksi sepsis awal (Seymour et al., 2016; Raith et al., 2017).

Diagnosis dan Penilaian Klinis
Diagnosis sepsis menuntut penilaian klinis yang komprehensif, termasuk pemeriksaan fisik, laboratorium, dan pencitraan untuk mengidentifikasi sumber infeksi. Pemeriksaan laboratorium yang penting mencakup hitung darah lengkap, kadar laktat serum, fungsi ginjal, dan tes fungsi hati. Laktat serum, khususnya, digunakan sebagai penanda prognosis dan resusitasi. Clearance laktat yang tidak adekuat sering dikaitkan dengan hasil yang buruk (Garcia-Alvarez et al., 2014).

Pencitraan, seperti ultrasonografi dan CT scan, juga memainkan peran penting dalam identifikasi sumber infeksi. Studi menunjukkan bahwa penggunaan pencitraan di awal dapat mempercepat pengendalian sumber infeksi dan pengobatan yang tepat (Just et al., 2015; Cortellaro et al., 2017).

Manajemen Cairan dan Vasopresor
Resusitasi cairan merupakan langkah awal dalam manajemen sepsis. Volume awal yang direkomendasikan adalah 30 mL/kg kristaloid dalam 3 jam pertama. Namun, ada perdebatan mengenai jumlah optimal dan jenis cairan yang digunakan. Beberapa studi menunjukkan bahwa resusitasi cairan yang terlalu agresif dapat menyebabkan overloading cairan, yang berakibat negatif pada mortalitas (Hjortrup et al., 2016).

Norepinefrin adalah vasopresor pilihan pertama untuk syok septik, dengan bukti dari berbagai studi yang menunjukkan peningkatan hasil dibandingkan dopamin, yang dikaitkan dengan risiko aritmia yang lebih tinggi dan mortalitas (De Backer et al., 2010). Vasopresin dan epinefrin digunakan sebagai vasopresor tambahan jika respon terhadap norepinefrin tidak memadai (Russell et al., 2008).

Terapi Antimikroba
Pemberian antibiotik segera setelah kecurigaan sepsis sangat krusial. Studi menunjukkan bahwa penundaan dalam pemberian antibiotik berkaitan dengan peningkatan mortalitas (Kumar et al., 2006; Puskarich et al., 2011). Pendekatan empiris dengan spektrum luas di awal diikuti dengan penyesuaian berdasarkan hasil kultur adalah praktik terbaik yang dianjurkan.

Penggunaan biomarker seperti prokalsitonin juga dapat membantu dalam pengambilan keputusan klinis untuk memulai atau menghentikan terapi antibiotik. Meta-analisis menunjukkan bahwa algoritma berbasis prokalsitonin dapat mengurangi penggunaan antibiotik tanpa meningkatkan risiko mortalitas (Schuetz et al., 2017).

Kontrol Sumber Infeksi
Kontrol sumber infeksi merupakan komponen kritis dalam manajemen sepsis. Prosedur bedah atau intervensi lainnya mungkin diperlukan untuk mengeliminasi sumber infeksi. Studi menunjukkan bahwa intervensi yang tepat waktu dapat mengurangi mortalitas dan komplikasi terkait sepsis (Tong et al., 2017; Hollemans et al., 2014).

Peran Steroid dan Terapi Pendukung Lainnya
Penggunaan kortikosteroid dalam syok septik masih kontroversial. Studi ADRENAL dan APROCCHSS menunjukkan bahwa hidrokortison tidak memperbaiki mortalitas tetapi mungkin mempercepat resolusi syok dan mengurangi durasi ventilasi mekanis (Venkatesh et al., 2018; Annane et al., 2016). Terapi vitamin C dan tiamin dalam kombinasi dengan hidrokortison juga sedang dievaluasi untuk potensialnya dalam memperbaiki hasil pasien sepsis (Marik et al., 2017).

Prognosis dan Pemulihan
Prognosis sepsis sangat bergantung pada kecepatan dan ketepatan intervensi awal. Pasien yang selamat dari sepsis sering menghadapi tantangan pemulihan jangka panjang, termasuk disfungsi organ persisten, gangguan kognitif, dan kualitas hidup yang menurun (Iwashyna et al., 2012).

Strategi pencegahan dan edukasi, baik di rumah sakit maupun di komunitas, sangat penting untuk mengurangi insiden dan dampak sepsis. Program pengawasan antibiotik dan pencegahan infeksi, seperti vaksinasi, juga berperan penting dalam mengurangi kejadian sepsis (Dellinger et al., 2013).

Kesimpulan
Manajemen sepsis dan syok septik memerlukan pendekatan multidisiplin yang melibatkan diagnosis cepat, resusitasi cairan yang adekuat, penggunaan vasopresor yang tepat, terapi antibiotik segera, dan kontrol sumber infeksi. Meskipun banyak aspek manajemen sepsis telah berkembang, tantangan tetap ada dalam penerapan praktik terbaik secara konsisten di berbagai pengaturan klinis. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengoptimalkan strategi manajemen dan memperbaiki hasil bagi pasien dengan sepsis.

Sepsis dapat dianalogikan sebagai badai dahsyat dalam lautan kehidupan manusia, di mana badai tersebut mengancam menenggelamkan kapal yang kita tumpangi. Manajemen sepsis yang efektif adalah seperti nahkoda yang berpengalaman yang mampu mengarahkan kapal melalui badai dengan bijaksana dan tepat waktu. Setiap intervensi yang cepat dan tepat adalah seperti layar yang dibentangkan untuk menangkap angin yang tepat, mendorong kapal menuju keselamatan di pelabuhan yang tenang. Tanpa navigasi yang tepat, kapal bisa tersesat atau tenggelam di tengah samudra yang ganas. Demikian pula, tanpa penanganan yang cepat dan akurat, pasien dengan sepsis berisiko tinggi mengalami kegagalan organ dan kematian. Oleh karena itu, pengetahuan dan tindakan cepat adalah kunci untuk mengarahkan pasien menuju pemulihan dan keselamatan.

Referensi

  1. Singer, M., Deutschman, C. S., Seymour, C. W., et al. (2016). The Third International Consensus
  2. Definitions for Sepsis and Septic Shock (Sepsis-3). JAMA, 315(8), 801-810.
  3. Rivers, E., Nguyen, B., Havstad, S., et al. (2001). Early goal-directed therapy in the treatment of severe sepsis and septic shock. N Engl J Med, 345(19), 1368-1377.
  4. Mouncey, P. R., Osborn, T. M., Power, G. S., et al. (2015). Trial of early, goal-directed resuscitation for septic shock. N Engl J Med, 372(14), 1301-1311.
  5. Yealy, D. M., Kellum, J. A., Huang, D. T., et al. (2014). A randomized trial of protocol-based care for early septic shock. N Engl J Med, 370(18), 1683-1693.
  6. Peake, S. L., Delaney, A., Bailey, M., et al. (2014). Goal-directed resuscitation for patients with early septic shock. N Engl J Med, 371(16), 1496-1506.
  7. Seymour, C. W., Liu, V. X., Iwashyna, T. J., et al. (2016). Assessment of clinical criteria for sepsis: for the Third International Consensus Definitions for Sepsis and Septic Shock (Sepsis-3). JAMA, 315(8), 762-774.
  8. Raith, E. P., Udy, A. A., Bailey, M., et al. (2017). Prognostic accuracy of the SOFA score, SIRS criteria, and qSOFA score for in-hospital mortality among adults with suspected infection admitted to the intensive care unit. JAMA, 317(3), 290-300.
  9. Kumar, A., Roberts, D., Wood, K. E., et al. (2006). Duration of hypotension before initiation of effective antimicrobial therapy is the critical determinant of survival in human septic shock. Crit Care Med, 34(6), 1589-1596.
  10. Puskarich, M. A., Trzeciak, S., Shapiro, N. I., et al. (2011). Association between timing of antibiotic administration and mortality from septic shock in patients treated with a quantitative resuscitation protocol. Crit Care Med, 39(9), 2066-2071.
  11. Venkatesh, B., Finfer, S., Cohen, J., et al. (2018). Adjunctive glucocorticoid therapy in patients with septic shock. N Engl J Med, 378(9), 797-808.
  12. Annane, D., Buisson, C. B., Cariou, A., et al. (2016). Design and conduct of the activated protein C and corticosteroids for human septic shock (APROCCHSS) trial. Ann Intensive Care, 6(1), 43.
  13. Marik, P. E., Khangoora, V., Rivera, R., et al. (2017). Hydrocortisone, vitamin C, and thiamine for the treatment of severe sepsis and septic shock. Chest, 151(6), 1229-1238.
  14. Iwashyna, T. J., Cooke, C. R., Wunsch, H., et al. (2012). Population burden of long-term survivorship after severe sepsis in older americans. J Am Geriatr Soc, 60(6), 1070-1077.
  15. Dellinger, R. P., Levy, M. M., Rhodes, A., et al. (2013). Surviving sepsis campaign: international guidelines for management of severe sepsis and septic shock, 2012. Intensive Care Med, 41(2), 580-637.
  16. Seymour, C. W., Gesten, F., Prescott, H. C., et al. (2017). Time to treatment and mortality during mandated emergency care for sepsis. N Engl J Med, 376(23), 2235-2244.